Monday, December 31, 2007

Pesta di Tengah Bencana

Sayup-sayup terdengar suara solawat dari masjid sebelah. Koor segelintir jamaah senior lanjut usia menyayikan lagu cinta pada sang nabi,tanpa pemandu orkestra, apalagi iringan tuts piano dan gesekan biola. Tidak merdu memang, tapi tetap menyentuh sisi terdalam nurani.

Jarum jam masih masih menoleh ke angka 8. Suara tahmid saling sahut dengan satu-dua tet…tet..tet..tiupan terompet pemanasan menjelang lonceng penanda perpindahan tahun. Mungkin tet..tet..siul terompet itu berbunyi dari abab manusia2 yang tak sabar menunggu bertabuhnya pesta. Biarlah…

Ah…tangis langit tiba-tiba mengucur deras. Bunyi tet..tet..terompet menghilang sejenak. Sementara suara corong dari masjid sebelah sudah padam. Jamaah senior lanjut usia bersijingkit balik ke peraduan. Bagi mereka, tidak ada terompet, apalagi denting mercon. Malam ini, tetaplah sama seperti malam-malam yang biasa mereka lewati: menunggu salam sayang dari sang Khaliq.

Jauh di seberang sana, dekat di seberang sini, ada yang menyulam sengkarut di hati. Sedih, tergerus bencana. Mereka mungkin tak ingat lagi seperti apa nikmatnya pesta. Yang mereka tahu, alam sudah tak ramah. Musababnya tak sesulit merunut sabda rasul: karena manusia juga tak ramah pada alam.

Masih layakkah kita berpesta? Perlukah kita mengulang ritual gaduh akhir tahun, ketika peta Indonesia sesak oleh tanda merah bencana? entahlah. Malam ini Evan, Papa, Mama, dan Nenek yang sambang dari Surabaya, tidak ikut pesta tawa awal tahun. Bersimpati pada mereka yang disapa bencana? Salah satunya. Tapi alasan utamanya sederhana: males. Titik.

Selamat Tahun Baru.
Silakan Berpesta.

foto diambil dari sini

Lanjut...

Tuesday, December 25, 2007

LBK Advetorial

Lagi-lagi ini soal inspirasi bisnis. Tergerak setelah melirik dua blogger sejoli (bener nggak sih?), adit-niez yang ngiri lihat banyak yang kahwin di musim kahwin, papa berniat membuka lahan usaha baru. Tidak hanya sekadar warung kopi. Ini benar-benar baru. Serius baru dan mungkin yang pertama kalinya di Indonesia (Sebenarnya tidak baru-baru amat. Di daerah Jawa Barat pernah ada yang buka usaha ini).





TELAH DIBUKA
LEMBAGA BANTUAN KAWIN (LBK)
Jasa Penghulu Swasta
Melayani Siapa Saja (terutama blogger) yang Kesulitan Untuk Menikah.

Tersedia sejumlah paket menikah yang bisa dipilih:
@Model Syiah
@Model Sunni
@Model Islam Liberal
dan lain-lain *)
Dijamin berhasil 100 %
Praktek : 24 jam. Hari Minggu dan libur nasional tetap buka (sampai kiamat)
Alamat: Jl. Susah Kawin No. 999 Jakarta Atas
Telepon: 021-021021021
*) juga menyediakan jasa negosiasi bagi mereka yang kesulitan menaklukkan hati calon mertua, melalui jalur formal ataupun supranatural

Ijin Menteri Agama no.121/212/12/2007

”Tapi ini berbeda,” kata papa promosi. ”Jasa ini diusahakan legal dan berbadan hukum. 100 % halal dan barokah.”

Ya, papa mau bikin Lembaga Bantuan Kawin (LBK). Semacam LBH lah..tapi ini khusus diperuntukkan bagi mereka (terutama blogger) yang berniat punya gawe untuk berkahwin, namun kesulitan merealisasikannya, karena sesuatu dan lain hal (halah..kayak alasan pejabat Orde Baru saja).

LBK ini mau dibikin berbarengan (mudah-mudahan) dengan pembukaan Warkop di depan rumah yang masih dalam tahap angan-angan. ”Jelek-jelek gini, papa pernah kursus singkat menjadi penghulu lho,” kata papa saat ditanya wartawan dari media Bisnis ‘gila’ Indonesia.

”Lantas jasa pelayanan apa saja yang anda sediakan?” si wartawan tanya lagi.
”Pokoknya lengkap. Perkahwinan model syiah, sunni, bahkan Islam Liberal. Semua lengkap. Silaken lihat iklannya,” papa promosi.

”Kok untuk satu agama saja?”
”Yang lain nyusul. Namanya juga usaha baru. Setelah ini establish, kami akan merekrut penghulu dari agama lain.”

Yang jelas ini bisnis baru dan bisa membuka lapangan kerja seluas-luasnya bagi WNI. Kalau ini berkembang dan bisa membuka cabang di semua daerah, mudah-mudahan, para TKI/TKW tidak lagi berbondong-bondong mencari penghidupan di kerajaan lain.

Lanjut...

Sunday, December 23, 2007

Pengen bukan kafe rakyat

Bagaimana memulai sebuah bisnis? Ini pertanyaan klasik dan bagi sebagian orang mungkin mudah untuk menjawabnya. Anda punya ide, kesempatan, dan modal, jalankan. Tapi bagi papa, pertanyaan ini sulit. Karena papa tergolong manusia yang sama sekali belum berpengalaman membuka usaha tertentu. Mungkin juga papa termasuk orang-orang yang tidak (atau belum?) memiliki mental enterpreneur. Ya harap maklum..selama ini papa banyak menggantungkan hidupnya sebagai buruh, kuli, babu di pabrik. Dan sebagai kuli, apa yang dilakukan ya sesuai dengan ketentuan pabriknya. Tinggal menunggu gaji di awal dan pertengahan bulan.


Keinginan untuk membuka usaha sendiri selalu muncul di benak papa. Tapi semua itu hanya ada di angan, tanpa sempat terealisasi Sebatas kemauan. Titik. Ketika menempati rumah baru di kampung sepi pinggiran selatan Jakarta, angan untuk membuka usaha itu muncul lagi. Kebetulan, rumah baru papa ada dua petak toko di depan yang bisa dimanfaatkan untuk jualan, jualan apa apa. Tapi lagi-lagi, mentok. Muncul ide di kepala, susah merealisasikan (jangan-jangan ini mental semua warga pribumi yah?)

[gambar danau di depan rumah]


[gambar danau di lihat dari atap toko]

Oleh pemilik lawas, satu petak toko dimanfaatkan untuk usaha kelontongan kecil-kecilan. Karena kecil-kecilan, hasilnya juga tidak seberapa. ”Cukup lah mas untuk beli bumbu-bumbu dapur,” kata dia. Satu petak lagi disewakan untuk usaha wartel.

”Saya pengen buka warung kopi saja. Semacam kafe rakyat dengan harga terjangkau,” kata papa. Itu salah satu ide papa. Masalahnya, papa selalu bimbang ketika memulai sesuatu yang baru. Laku nggak ya? Opo yo laris? Sapa yang mau ongkang-ongkang di sini sambil nyuruput secangkir kopi plus cemilan ringan? Wong di sini sepi. Jam 8 malam, jalanan di depan rumah sudah sepi..pi, tidak banyak kendaraan lalu-lalang. Hanya ada suara jangkrik dan kodok dari setu (danau) depan rumah.

Sebenarnya, menurut papa, ada satu hal yang mungkin layak jual di tempat ini. Suasananya. Betul. Udara di tempat ini masih bersih, sejuk, dan minim polusi. Danau kecil di depan rumah juga cukup layak lah untuk sekadar cuci mata sambil menikmati dinginnya malam (kalo kafe-nya buka malam hari). Kebetulan atap dua petak toko depan rumah rata dan bisa dimanfaatkan menjadi tempat tongkrongan minum kopi. Bayangkan anda berada di atap rumah melihat danau dan menikmati malam, ditemani secangkir kopi dan cemilan, plus pasangan. Mungkin ada romantisme di sana. Oh ya…menjual romantisme. Di jaman serba kapital ini kan semua bisa jadi komoditas, bisa diuangkan. Kafe atau usaha apapun kadang laris bukan karena barangnya enak dan dibutuhkan. Kafe-kafe di pusat kota yang harganya selangit toh tetap laris meski rasanya tidak jauh beda dengan warkop kaki lima di pinggir jalan.

Lantas pelanggannya siapa? ”ya siapa aja lah. Termasuk Tim Coca-Cola Anget yang meresahkan pengusaha kafe kelas kakap itu. Mereka yang punya duit cekak, silakan ke sini. Anda tidak perlu takut dirasani apalagi diusir meski nongkrong berjam-jam dengan hanya memesan secangkir kopi. Yang penting anda berlaku sopan dan tidak ngutang,” kata papa bersemangat.

Ah..entahlah. Evan tidak tahu persis apa ide papa itu sebatas khayalan seperti sebelum-sebelumnya atau menjadi mukjizat bagi pawon (dapur) mama. ”Kalau usaha ini terealisasi, jalan, sukses, dan mengamankan pawon mama, papa kan bisa jadi pengacara (pengangguran sok banyak acara).”

Ada saran?

Lanjut...

Friday, December 21, 2007

Pindah Rumah Betulan

Terhitung sejak malam ini, Evan betul-betul pindah rumah, bukan pindah blog.
Ya, Evan kini punya rumah sendiri, tidak lagi kontraktor yang tiap tahun berpindah-pindah hunian.

Kontrakan Evan yang lama memang tidak sehat. Pas musim penghujan, ancaman banjir tiap hari menghantui. Hujan deras satu jam saja, luapan air dari got depan rumah masuk menggenangi setiap sudut ruangan. Airnya kotor, bau, dan penuh penyakit.

Rumah baru Evan berada di pinggir kota. Tepatnya di sebelah selatan Jakarta tidak jauh berbatasan dengan Depok. Kira-kira 45 menit-1 jam pake motor dari Monas. Suasananya sejuk. Udaranya cukup bersih. Pas depan rumah ada Setu—semacam danau kecil—yang airnya tidak terlalu kotor. Kalau malam, masih ada suara merdu makhluk-makhluk kecil pecinta sunyi. Kata pemilik lawas, pas pagi hari, kita bisa menikmati nikmatnya senyum sapa sang surya.


Membeli rumah baru ternyata tidak semudah yang dibayangkan sebelumnya. Apalagi jika kita tidak punya dana pribadi mencukupi. Prosesnya begitu lama, panjang, dan berliku. Sebabnya, ya itu tadi, tidak punya uang.

Hanya bermodalkan keberanian (lebih tepatnya nekat), papa beli rumah dengan duit utangan sana-sini. Dari nenek, plus pinjaman KPR dari salah satu bank. Prosedur pinjam duit ke bank hampir sama sulitnya dengan berurusan dengan kantor pemerintahan. Serba birokratis dan banyak persyaratan yang harus dipenuhi.

Dan segala ribet ritual pindah rumahpun harus dilalui. Dari yang biasa-biasa aja sampai lelaku unlogictable (ada nggak ya kosakata Inggris kayak gini). Kata orang tua-tua dan penasehat spiritual keluarga, biar Evan kerasan, Papa harus membawa air yang biasa untuk mandi di rumah lawas. Air itu lantas dipercikkan ke delapan penjuru angin dan sekeliling rumah.

Kenapa pindah malam ini? Kenapa harus Jum’at malam Sabtu? Ini juga saran dari penasehat spiritual. Berdasarkan terawangan dia, malam ini adalah malam yang paling baik untuk menempati rumah baru. Katanya biar semua kerasan, nyaman, keluarga adem, dan rejeki lancar (amien).

Memang, semua lelaku itu tidak mudah di nalar akal sehat. Papa Evan juga tidak sepenuhnya percaya yang begitu-begituan. Tapi..ya sudah, toh tidak ada ruginya dijalankan. Wong hidup ini tidak semuanya bisa dilogikakan. Kata orang-orang pinter, akal budi kita terbatas untuk menjelaskan tanda-tanda.

Apa semua itu penting? Ndak tahu saya. Yang penting Evan sudah terbebas dari banjir jaelangkung itu—yang datang tak diudang, pulang tak diantar.

Lanjut...

Evan Masih Perlu Banyak Belajar

"Orang yang banyak bicara dan sedikit mendengar, mestinya punya dua mulut satu telinga, tidak sebaliknya".
(gus mus)

Sepercik kata dari Gus Mus itu membuat Evan tersadar, mendengar itu ternyata lebih penting daripada berbicara. Kepandaian menyimak, khusuk mendengar, jauh..sangat jauh lebih berarti dibanding keahlian berceloteh di depan umum.

Siapa yang tak ingin menjadi orator ulung. Siapa yang tak mau memukau ribuan orang dengan keahlian mengatur speak-speak. Anda tentu punya hasrat untuk pede, kaki tidak gemetar, tangan tidak bergetar, apalagi terkencing-kencing, ketika di daulat berbicara di suatu forum.


Bayangkan, anda berbicara di depan puluhan, ratusan, ribuan, bahkan jutaan orang, dan mereka semua terpana mendengar semua celoteh anda, lantas ketika anda menutup dengan kalimat salam, tepuk tangan, riuh rendah pujian, menggema. Sulit memang. Tapi kalau mampu, ada gemuruh bangga di dada..

Bayangkan anda duduk bersila,merenung, mendengar nyanyian sunyi alam. Atau bayangkan anda sedang berada di sebuah masjid, gereja, pura, vihara, sinagoga, mendengar seorang kyai, romo pastur, rabi, bhiksu, bercerita tentang kearifan hidup. Atau ingatkah anda saat di bangku sekolah mencermati ulasan guru soal kalkulus, teori relativitas, bahkan ceramah panjang lebar tentang makna lima sila. Mungkin ada rasa jenuh, bosan, mengantuk, bahkan tertidur pulas-plus mengeluarkan cairan nikmat dari mulut.

Ah betapa susahnya menjadi pendengar setia…
***
Lha kalau percikan kata dari Gus Mus itu diterapkan di ranah blogger bagaimana? Penting manakah, rajin menulis posting tiap hari—seakan mengejar setoran—atau banyak membaca dengan hikmat tulisan bermutu blogger lain?

Ah…betapa sulitnya menjadi blogger yang baik. Evan belum banyak membaca, makanya isi posting di blog ini banyak yang tidak mutu dan mungkin tidak layak baca.

Lanjut...

Thursday, December 20, 2007

Ragu Pindah Rumah

Sebagian blogger menyatakan, blogspot itu gak asyik. Wordpress lebih mudah, enak dipake, dan perlu. Mereka menvonis, blogspot itu menyebalkan. Wordpress menyenangkan. Mereka menyarankan sebaiknya pindah kontrakan ke WP dengan sejumlah alasan plus tragedi yang menimpa blogger senior A.fatihsyuhud.

Evan sempat terpikat juga untuk pindah. tapi ragu-ragu. Kayaknya sama aja. Blogspot, Wordpress, Blogsome, Multiply atau apapun, sama sulitnya. Lagi Evan kan baru aja ngeblog, kok mau pindah-pindah cepet. Belum juga terkenal, apalagi jadi seleb (Evan belum pengen terkenal, cukup dikenal aja). Di sini (Blogspot) juga gak kebanjiran(kayak kontrakan Evan).

Untungnya ada Pak Dosen yang ngasih kuliah asyik. Dia beri tugas kuliah untuk back up blognya Evan yang ini ke sini. Ya sudah, Evan kerjakan itu tugas. Sekarang Evan punya dua kontrakan. Tapi lagi-lagi, bingung aku...mana yang Evan pake ya? Pindah nggak.pindah nggak.Pindah Nggak. ah...bingung aku.bingung aku.

Gambar diambil dari sini lagi-lagi tanpa ijin.
Ilustrasi gambarnya juga gak nyambung sama postingan)

Lanjut...

Monday, December 17, 2007

Asian Idol Ndodol

Evan sebenarnya tidak terlalu suka liat idol-idolan. Tapi karena Ndoro tiba-tiba mecas ndahe si Idol, yo wes lah..tak ngancani papa nonton Asian Idol. Nyatane yo lumayan menghibur.

Dan…………Hadi Mirza (Singapura) menang! Ia menjadi The 1st Asian Idol menyisihkan jagoan Indonesia Mike Mohede, Mau Marcelo (Filipina), Jaclyn Victor (Malaysia), Phuong Vi (Vietnam), dan Abhijeet Sawan, Indian Idol yang disebut-sebut bakal menjadi pesaing berat Mike.

Yo wes. Gak papa Mike kalah. Mau diapakan lagi? Mau menyalahkan siapa? Presiden kita yang hanya nonton tapi tak turun langsung mengkonsolidasikan kekuatan grass root pemegang HaPe untuk dukung Mike? ”Wong 2004 anda bisa menang, masak gak bisa memenangkan Mike?” apa mau bilang gitu? Tak usah lah. Tak Perlu. Sing penting terhibur.

Kenapa Hadi Mirza bisa menang? Ini yang menarik. Evan nguping diskusine papa sama konco-koncone? Hadi Mirza bisa menang karena ini itu, begithis begithat..pokoknya semua berdebat dengan argumentasinya masing-masing. Pake pisau analisa cultural studies lah, teori benturan peradaban, sosio-kultural antropologis, sampai ekonomi-politik.(lha iki cuman idol kok pake teori macem-macem).

Intinya begini. Hampir semua orang memprediksi, Abhijeet Sawan lah yang akan menjadi pesaing berat Mike. Asumsinya sederhana, India adalah negara dengan jumlah penduduk terbanyak dari semua peserta Asian Idol, 1 miliar lebih atau sekitar empat kali lipatnya warga Indonesia.

”Kok Singapura yang menang? Wong penduduknya sak uplik, negorone yo sak encrit.”
”O..jangan salah. Yang kecil itu justru bisa memutarbalikkan prediksi.”
”Begitu ya?”

Sambil memiringkan peci, papa berlagak sok tahu. ”Dari sudut pandang politik, model pemilihan one man two vote itu justru menguntungkan yang kecil, yang memiliki massa tidak banyak.”

”Kita, Indonesia, tidak akan memilih Abhijeet. Karena kalau memilih dia, peluang Mike untuk menang makin berat. Makanya, voter Indonesia pilih main aman, save, dengan memilih Hadi, di luar Si Mike. Dengan asumsi, pemilih Hadi sedikit,” papa melanjutkan ngecap-nya.

”Terus..terus.”
”Anggapan sebagai yang terlemah itu justru menguntung Hadi. Dengan asumsi yang sama, bisa jadi Orang Vietnam, India, dan Filipina juga pilih dia. Malaysia? Hampir tidak mungkin pilih jago kita. Wong reog aja berebut dengan kita, apalagi gelar se-prestisius ini,” kata Papa sambil membeberkan perseteruan budaya antara Indonesia versus Malaysia belakangan ini.

”Artinya, pilihan kedua warga negara lain banyak yang lari ke Hadi?”
”Betul,” Kata papa sok yakin.

”Tapi begini,”sambung teman papa tak mau kalah,“apa bukan karena Temasek?”
”Maksudmu?” papa melongo.
”Meski Temasek sudah divonis KPPU, dia kan masih pegang saham mayoritas di Telkomsel dan Indosat. Dua perusahaan itu menguasai hampir 90 % pasar telepon selulur di Indonesia. Di Negara lain Temasek mungkin juga punya anak perusahaan yang mengusai telepon seluler.”

”Maksudmu Temasek main kotor?” papa melongo lagi.
”Temasek itu kan perusahaan Singapura. Jelas punya rasa nasionalisme untuk mengegolkan Hadi Mirza. Ngapain dukung Mike?”
”Lho..lho..lho.kok mulai pake teori konspiratif?”
”Hahaha…Ya namanya juga analisis (bukan anal isis) sak keno ne. Bener yo gapopo. Ngawur yo syukur.”

(Dan Evan pun tertidur pulas, gak kuat dengerin diskusinya wong-wong gendheng)

Gambar diambil tanpa ijin dari sini.

Lanjut...

Thursday, December 13, 2007

INDONESIA = BANTAR GEBANG


KOMPAS
LIPUTAN 6
DETIK

No Comment!!!
No Comment!!!
No Comment!!!

Evan hanya mau katakan:
INDONESIA = BANTAR GEBANG
NEGARA KESATUAN REPUBLIK INDONESIA (NKRI) = NEGARA KESATUAN BANTAR GEBANG (NKBG)

Ada yang tersinggung kah?

Lanjut...

Pancasila Sakti

Evan baru aja buka blog-nya Maula yang ngomongin soal Pancasila dalam berbagai bahasa.
Asyik. Guyonin Pancasila Sakti. Ada hikmahnya, minimal kita bisa mengungkapkan segala unek dan resah soal lambang negara kita yang katanya sakral itu.

Sebagai simbol bangsa ini, Pancasila harus kita junjung. Itu adalah bagian dari penghormatan kita pada Founding Father yang susah payah mencari dan menemukannya. Tapi sebagai kawula alit, tidak ada salahnya kita mempertanyakan nilai ideal dalam lima sila itu ketika diterjemahkan dalam kehidupan bernegara dan berbangsa. Setidaknya sebagai sebentuk kritik bagi panggedhe Indonesiah.

Ini salah satu makna Pancasila dalam Bahasa Madura (versi Evan):

Pancasila
sittong: Pengiran Allah ning sittong.
Due: Kabbi manossa gudu adil ben sopan.
Tellok: Torreh kak, Indonesia pol-kompol kabbi.
Empak: Deddy anggota DPR pancen nyaman. Mangkana kudu engak ka rakyat.
Lemak: Pamerentah gudu adil, jek ngurus perro’na dibik.

Artinya apa? tanyakan saja sama temen anda dari Madura.
Selebihnya silaken kunjungi Maula.

Lanjut...

Inikah yang terjadi di rumah anda?

Ada pepatah lama yang menyatakan: 'Rumahku adalah Surgaku'.
Kalau anda bahagia di rumah.Serasa berada di negeri kahyangan.Adem. Tanpa Cekcok.Semua urusan di luar sana 90 % pasti beres. Demikian juga sebaliknya.





Inikah yang terjadi di rumah anda? Atau tidak semuanya?
Barangkali pertanyaan di atas tidak perlu dijawab. Karena rumah tangga itu adalah urusan masing-masing. Kata orang pondokan: Nafsi-nafsi. Lagipula, ini hanya posting guyonan dan tidak perlu dianggap serius (dan, sekali lagi, gambarnya juga mbajak/nyontek di dunia maya sana tanpa ijin)

Kalo Evan sih pengennya semua serba seimbang. serba setimbang. Papa menghormati Mama. Mama menghargai Papa. Evan jadi tenang. (buka rahasia dikit: kalo Papa berangkat kerja, pasti cium tangan mama dan mama cium tangan papa. demikian pula sebaliknya saat mama keluar rumah. Evan? cukup tos-tosan aja ama Papa)

Lanjut...

Tuesday, December 11, 2007

Jago Nyontek

Urusan contek-mencontek, ternyata bukan monopoli bangsa ini. Mau bukti? tuh liat aja gambar di atas.

Negara sebelah juga lagi rajin-rajin nyontek budaya kita.

Nyang pernah sekolah, mungkin punya pengalaman membawa lintingan kertas kecil bahan contekan materi ajar pas ujian. VCD bajakan gampang sekali didapat di kios-kios pedagang kaki lima. Dan, bisa jadi, semua yang melekat di tubuh, yang kita pakai sehari-hari, juga barang bajakan..[ gambar di atas juga hasil mbajak di internet tanpa ijin. Dan sangat mungkin repost :-)]

Lanjut...

Saturday, December 08, 2007

Bimbang

Berbahagialah bangsa Indonesia. Kita diberi kekayaan budaya berlimpah, termasuk model permainan anak-anak. Setiap daerah, setiap suku, pasti memiliki jenis permainan tradisional yang khas. Dan yang terpenting, murah meriah dan ramah lingkungan.

Dulu, ini kata papa, jarang ada mainan berbahan plastik. Jenis mainan yang dipake papa, bahan dasarnya hampir semua berasal dari alam. Mobil-mobilan papa dibuatin dari kulit jeruk bali. Baby walker pun juga terbuat dari bambu dan kayu. Bentuknya persegi dengan empat roda di bawah. Tidak bunder laiknya baby walker yang dijual di mall dan pasar mainan kaki lima.

Papa juga punya pistol mainan dari bambu kecil sebesar jari orang dewasa. Mirip sumpit, tapi pelornya dari biji jambu air plus pemicu dari kayu. Ada juga yoyo, gasing, dan banyak jenis mainan lain yang tak kalah asyik dari jenis mainan anak-anak urban perkotaan. Semua itu, kata papa, alm. Buyut yang bikinin.

Kini, tidak ada lagi mainan-mainan seperti itu. Kalaupun ada, mungkin sudah di-museum-kan atau dipajang di galeri milik para kolektor. Evan hampir tidak mungkin berharap bisa memiliki dan memainkan alat-alat itu. Mainan Evan sekarang serba instan, plastis, cenderung individual, dan—yang pasti—harus beli (tidak ada yang gratis di abad ini, apalagi mereka yang hidup di kota).

Ngomongin soal mainan, Evan baru saja dapat tambahan dua mainan baru. Papa-mama yang beliin minggu kemarin (betul kan? Harus beli). Papa beliin mobil-mobilan, sementara mama beliin game sederhana tapi mendidik.

Evan pilih yang mana ya?

Mobil mainan yang papa beli namanya Country Cross Radio Control. Kecepatannya bisa mencapai 30 km/jam. Di pojok kiri boks-nya tertulis ‘WARNING: Choking Hazard-small parts. Not for children 3 years.’

Lho Pa, ini kan mainan untuk anak-anak umur tiga tahun ke atas? Evan kan belum setahun? Mending yang ini. Mama protes sambil menyodorkan papan segi empat bertuliskan ‘Magnetic Learning Board.

Dengan entengnya papa menjawab: ya gapapa. Kalo evan belum bisa make, biar papa aja yang mainin sampe Evan berumur tiga tahun. (dasar!)

Lanjut...

Wednesday, December 05, 2007

Lagi: Banjir untuk Evan

[malam ini Evan harus rela berselimut kaos dari Ndoro Kakung]

Siang tadi, Papa, Mama, Mbak Fat, kerja bakti bersih-bersih rumah yang baru kebanjiran. Banjir berpulang, sampah berserak tertinggal. Semua disapu bersih..Belum ilang cape’ nya, malam ini banjir datang lagi. Banjir untuk Evan dpm (dan papa mama). Dan mimpi Evan terganggu lagi. Arggg…



[sampah sisa banjir hari pertama]

[Luapan air got di luar rumah]

Lanjut...

Tuesday, December 04, 2007

Sebuah Pilihan Beresiko


Banjir lagi, banjir lagi. Evan sepertinya ditakdirkan mengalami getirnya kebanjiran di kota yang tak bersahabat Jakarta. Banjir malam ini bukan kali pertama Evan alami. November lalu, Evan lecek berbanjir ria. Tapi malam ini, banjirnya lebih dahsyat.

Air mulai masuk rumah sekitar pukul 23.00 WIB. Semua terkaget-kaget. Papa yang baru saja tiba dari Jawa Timur sedang asyik maen game perang di laptop kesayangannya, bergegas mengamankan apa saja yang bisa diamankan. Buku, alat-alat elektronik, dan pakaian. Mama bangun, mbak fat juga. Mimpi evan terpaksa menguap. Kaget. Bengong. Marah. Tapi tidak tahu mau marah sama siapa. Gubernur DKI kah? Si pemilik rumah? Ato Papa yang ambil kontrak ini rumah tanpa menelisik lebih jauh kondisinya?


Semua mungkin sudah mahfum, banjir adalah rutinitas biasa bagi mereka yang hidup di Jakarta, terutama mereka yang tinggal di pinggir sungai atau daerah yang resapan airnya tidak memadai. Banjir seakan bukan lagi bencana. ”Tidak ada yang perlu disesali. Tidak perlu mengeluh. Ini mah biasa. Gak tinggi-tinggi amat,” begitu kata tetangga sebelah.

”Sudah tau kalo di sini rawan banjir, masih mau aja ngontrak,” demikian ucap yang lain. Ah entahlah. Papa, mama, apalagi Evan yang baru seumur jagung, jelas tak terbiasa berteman dengan luapan air, apalagi dari selokan kotor, bau, dan tak sehat.

Papa, Mama, Mbak Fat, dan Evan masih kebingungan. Tak tau mau bagaimana. Malam menjelang dini, air tak juga surut. Menunggu air surut, sama saja dengan mengundang penyakit. Mau mengungsi Evan tidak punya famili di sini. Menginap semalam di rumah temen papa, juga bukan pilihan tepat. Malu. Takut ngerepoti. Dan lain-lain. Dan lain sebagainya.

Pilihan terakhir dan agak berat diongkos ya mengungsi ke hotel terdekat. Berbekal pakaian seperlunya, Evan dll beranjak menuju salah satu hotel di dekat Taman Ismail Marzuki (TIM). Papa pilih di situ bukan tanpa alasan. Sapa tahu, pas hujan reda, papa-mama bisa kongkow2 di TIM, sambil ngopi ato minum jahe untuk menglihangkan stres dan penat pikir. Evan bisa istirah tenang di kamar bersih.

Mengungsi di hotel pas banjir bukan hal baru bagi warga Jakarta. Pebruari 2007 pas banjir besar menyapu Jakarta, kaum urban kelas menengah atas memenuhi hotel-hotel dari kelas melati sampai berbintang. Tapi bagi Evan, ini pengalaman baru. Bukan untuk gagah-gagahan apalagi membuang duit berlebih. Ini hanya keterpaksaan agar psikis tak terganggu dan Evan tak terjangkit penyakit.

Ah…Evan bermimpi suatu saat punya rumah di pinggir sungai bersih jernih yang mengalir membelah kota bersih, teratur, dan masyarakatnya beradab. Betapa enaknya. Pagi bangun, minum teh atau secangkir kopi di belakang rumah sambil mendengarkan gemericik air kehidupan. Sore memancing di sebelah. Malam, kalo tiba-tiba bangun bisa melongok sebentar melihat ketenangan sang Dewi Air.

Lanjut...

Sunday, December 02, 2007

Keminggris

Subuh-subuh Evan bangun langsung melongok lemari buku. Ambil buku pocket indonesia dictionary ah..Soalnya Evan lagi belajar kemingris sama mama. Kalo ama papa percuma, ra pati gablek ngingris. Kalo inggris timur (baca: madura), papa ahlinya.








Evan juga lagi belajar ngetik. Ini hasilnya. Ini asli tulisan evan. Artine opo? mboh.
/.zzl n÷gf, yurhsdnj j njm
Gxt6yrxrvbbxvbbfrrjn,m crmn n 0020mbvijo po,
Hhhhvddddddddrrrrrhhhhhhhhhhhh m[
./m
Mk13m

Lanjut...

Wednesday, November 28, 2007

Gestur

[Repro dari Rakyat Merdeka hal.3 Edisi Rabu 28/11/2007]
Kata orang-orang pinter, politisi dan pejabat publik itu dituntut untuk paham dan mendalami public speaking. Ketika berbicara di depan publik, dia harus pandai-pandai mengatur ritme suara, nada bicara, dan bahasa tubuh. Bahasa verbal harus seirama dengan olah tubuh.

Kalau salah memperlihatkan bahasa tubuh, publik tentu bisa salah memahami maksudnya.
Lha kalo bahasa tubuh abang yang satu ini bagaimana? Kira-kira apa maksudnya?

Lanjut...

Saturday, November 24, 2007

Mitos

Menurut mitos orang Madura, kalo Evan sujud njengking kayak gitu pengen punya adik. Bener ato tidak, yang jelas tidak lama lagi Evan mau punya adik. Insya Allah.Amien

Lanjut...

Jakarta yang Sakit

Fakta ini (detik dan kompas) menunjukkan betapa mengerikannya Jakarta.

Apa yang kau hormati Jenderal? Mobil-mobil mewah, bos-bos besar berpakaian necis di balik kemudi atau di jok belakang kendaraan mahal, pkl, atau sesosok mayat wanita setengah baya dengan usus terburai? (Evan jadi ingat 'Naga Bonar jadi Dua')

Kenapa kau diam jenderal? Apa kau sudah tergerus arus kaum urban sombong, individual, dan tak peduli pada nasib rakyat miskin? Bahkan setelah jadi mayatpun mereka tak peduli.

Rabu (21/11), sesosok mayat wanita setengah banyak terbujur kaku di tengah Jalan Sudirman Jakarta. Entah apa yang dipikirkan pengguna jalan di Jakarta. Apa hati mereka sudah membeku? Apa mereka menganggap mayat manusia tidak ada bedanya dengan kucing yang terlindas ban mobil. Sudah hilangkah rasa kemanusiaan warga Jakarta? Sebegitu parahkan?

Lanjut...

Thursday, November 22, 2007

Obama-Hillary v SBY-Mega

Apa bedanya Obama v Hillary Clinton dengan SBY v Mega?


Kalau Obama v Clinton sibuk berdebat konsep dan program. (bisa dilihat di huffingtonpost). Sedangkan SBY v Mega saling olok soal 'tebar pesona' (silaken klik di sini dan sini).

Lanjut...

Wednesday, November 21, 2007

Presiden Uleg-uleg

"Nek lanang iku, wis to ora ngerti atur-ature rumah tangga. Nggak ngerti cabe, terasi, ikan asin, dan biasanya minta diladeni. Tinggal makan bae. (Laki-laki itu, sudah tidak ngerti mengatur rumah tangga, nggak ngerti cabe, terasi, ikan asin, dan biasanya minta diladeni. Tinggal minta makan saja."

Itu sepenggal pernyataan Ketua Umum PDIP Megawati Soekarnoputri-yang dilansir detik-di tempat pelelangan ikan Pandangan Rembang, Jawa Tengah, Selasa (20/11/2007). Acara itu adalah bagian dari roadshow Si Mbak ke sejumlah daerah di Jawa.

Bagaimana reaksi anda ketika membaca sepenggal pernyataan di atas?


Kalau kita mbaca sepenggal saja, ya biasa aja. Gak ada reaksi. Wajar toh, wong lanang gak ngerti cabe, terasi, ikan asin. Jangan marah kalau laki-laki itu gak ahli nguleg sambel terasi, lha wong iku urusane 'konco wingking' (aktivis kesetaraan gender jangan tersinggung ya). Bukan berarti wong lanang iku ora iso gawe sambel terasi, tapi kenyataannya perempuan lebih pinter (karena terbiasa).

Reaksinya akan berbeda jika kita membaca konteks keluarnya pernyataan Si Mbak atau membaca keseluruhan berita itu. Adakah hubungannya antara sambel terasi dengan kepemimpinan bangsa ini? Coba anda rasakan sendiri.

Kalo menurut Evan sih, itu namanya diskriminasi. Kalo Evan pengen jadi presiden 2039-2044 nanti bagaimana? mosok harus gugur di tahap pencalonan hanya karena gak iso nyambel terasi?

Lanjut...

Monday, November 19, 2007

Eros

Evan lagi males posting. Daripada pusing-pusing mikir posting apa yang menarik di-publish, Papa nitipan karyanya. Sebuah puisi yang tidak bermutu, dan mungkin ini satu-satunya karya sastra (sebenarnya tak layak disebut karya sastra) yang dia bikin selama hidupnya.

Ceritanya, puisi itu dia bikin ketika dulu sempat iseng aktif di Bengkel Imajinasi Malang. Wadah kongkow-kongkow dan ngopi mahasiswa gak punya pekerjaan dan males kuliah. Sempat diterbitkan di 'BACA' media internal asal-asalan Bengkel Imajinasi. Dan, sekali lagi, tulisan itu cuma satu-satunya produk papa, setelah itu tak ada lagi puisi, cerpen, esai, atau produk kreatif lainnya. Dasar Pemalas!

EROS

untuk melupakanmu
aku hembuskan kebencian
siasia, puting beliung kerinduan
menghempaskannya

untuk melupakanmu
aku tanamkan benih keangkuhan
siasia, kemarau panjang kelembutanmu
mematikannya

untuk melupakanmu
aku tebarkan cinta padasemua, padasemua
pada tanah
pada api
pada angin
pada air

siasia
kata tanah aku angin yang menerbangkan debudebu ketulusan
kata api aku air yang mematikan gairah keintiman
kata angin aku tanah liat yang tak dapat diajang terbang
ke awan kebahagiaan
kata air aku api keangkuhan yang menguapkan kesetiaan

untuk melupakanmu
aku mengingatmu

Malang
Awal 2003

Lanjut...

Sunday, November 18, 2007

Panggilan Tiga Huruf

Barusan Evan dapat oleh-oleh dari papa. Info hasil nguping bisik-bisik pejabat dan politisi kita.

'Waduh, Tum. Bapak kita yang satu itu susah kali cairnya sekarang.'
'Siapa?'
'itu tuh (sambil menyebut nama).'
'Kenapa emangnya?'
'Dia sekarang sering nolak kita. Katanya takut 'Panggilan Tiga Huruf'. Gara-gara si Tiga Huruf, kita sulit nego ini-itu.'

Tiga Huruf? Apa itu? Ternyata itu idiom baru untuk untuk menamai KPK(Komisi Pemberantasan Korupsi), institusi yang bikin panas dingin elit negeri ini. Pinter juga pak bos-pak bos itu mencari kosakata baru untuk menyembunyikan ketakutannya.

Shock terapi pemberantasan korupsi ternyata cukup mumpuni bikin kebat-kebit mereka. Cuma masalahnya, korupsi di Indonesia kanyaknya sudah menjadi budaya; tradisi. (bener opo ora Pak Dhe?) Masio takut, tetap saja banyak jalan menuju korupsi. Yang sudah terbiasa korupsi, ngerem dikit. Kalau ada kesempatan ya korupsi lagi lebih gede. Yang baru belajar korupsi, ya harus belajar sedikit ekstra keras agar tidak ketahuan. Yang belum—tapi mau—mungkin menunda niatnya, sambil cari-cari kesempatan. Yang gak bisa, tinggal menunggu cipratan sumbangan dari ahlinya, Prof.Dr. Koruptono, PhD. Yang tidak mau, berdoa saja semoga tidak terjerat. Piye toh??

Lanjut...

Saturday, November 17, 2007

Coblos atau Tulis Tangan?

Minggu lalu, Wapres Jusuf Kalla melontarkan gagasan kontroversial. Ia mengusulkan model pencoblosan pada Pemilu diubah menjadi tulis nama calon legislatif. Alasannya sederhana, untuk menghemat anggaran dan mengubah stigma masyarakat Indonesia masih buta huruf!
"Sejak 50 tahun lalu, kita dianggap buta huruf semua, tidak bisa menulis. Jadi, coblos saja. Pada Pemilu 2009, akan kita ubah. Coret saja partainya, lalu tulis nomor urut calegnya," begitu kata Pak Wapres.
Menurut dia, mayoritas pemilih di Indonesia tidak buta huruf. Berdasar data Departemen Pendidikan Nasional, hanya tujuh persen rakyat pemilik hak pilih yang buta huruf. Jumlah itu pun diperkirakan turun menjadi lima persen pada 2009. "Memang ada lima persen orang yang buta huruf. Tapi, saya yakin, dia tidak buta angka. Buktinya, dia bisa belanja pakai uang dan tidak keliru nominalnya," katanya lantas tertawa.lengkapnya di sini.
Tapi apa bedanya sih, coblos, tulis nama, atau pake biting kayak pemilihan kepala desa jaman baheula? toh tujuannya sama saja, mendulang suara konstituen..setelah menang,ngacir!!
Eit..tunggu dulu, usul Pak 'Politisi Saudagar' ini ada benarnya juga. Kalau diterapkan, parpol-parpol kan jadi serius menggarap konstituennya. Toh, kata Pak JK, angka buta huruf di negeri ini tidak banyak lagi. Terapkan saja. Kalau ada parpol yang ketakutan kehilangan suara dari pemilih buta huruf, ya harus bekerja keras lah. Didik mereka, beri pemahaman soal pentingnya sekolah, dll. Yang tua-tua bagaimana? Silakan parpol menyediakan kursus melek huruf, kejar paket, atau apalah namanya, yang penting berantas buta huruf. Biar gak ngomong tok.
Terus?? Jangka panjangnya ya menggratiskan sekolah minimal sampai SMA. Enak kan, 10,15,atau 20 tahun lagi dijamin tidak ada yang buta huruf. Tidak ada lagi yang berdebat: coblos atau tulis tangan. Papa juga enak, gak perlu pusing mikir biaya sekolah Evan. Lah wong gratis kok. cuma masalahnya, yang gratis-gratis di negeri ini biasanya lelet, kualitas seadanya, pokoknya amburadul...(kok jadi ngelantur!?)

Lanjut...

Thursday, November 15, 2007

Banjir Jaelangkung

Akhirnya yang Evan takutkan datang juga. Tadi sore (14/11), rumah Evan kebanjiran. Lumayan besar, air menggenangi rumah kurang lebih setengah lutut papa. Banjir datang tak diundang, pulang tak diantar..kayak jaelangkung. Padahal papa Evan minggu lalu dah beli kaos 'Banjir untuk Semua dari Mas Budi temennya Ndoro.








Niatannya, itu kaos buat jimat penangkal banjir.Ternyata jimatnya tidak mempan untuk mengusir Si Banjir Jaelangkung. Kabeh kelelep. Basah Kuyup. Parahnya lagi, ini air bukan banjir kiriman, tapi dari got. wadow baunya menyengat dan kotor sekali.

Jakarta..Jakarta..setiap tahun selalu banjir, tiap hari macet, polusi, pokoknya tidak sehat untuk hidup. Tapi ya gitu deh, masih saja banyak orang yang berbondong-bondong kesini, termasuk Evan dan Papa-Mama..

Lanjut...

Monday, November 12, 2007

Ayo Sekolah Ciat!!!

Berita miris kembali muncul dari dunia pendidikan kita. Kekerasan di sekolah, tawuran antar pelajar, seakan tidak ada habisnya. Kemarin (11/11), Kompas menurunkan berita besar soal kekerasan pelajar di SMAN 34 Jakarta. Beritanya juga muncul di detik, sini,sini, dan sini.


Aduh! Bagaimana ini? Cerita soal tawuran, kekerasan senior terhadap junior, selalu menyisakan trauma. Evan kok jadi takut untuk sekolah ya. Soalnya di mana-mana ada kekerasan, di mana-mana ada adu fisik. Lha kalau begitu terus, gmana mau belajar. Gmana mau maju..
Semestinya, mereka yang hobi tawuran, ikutan tinju aja. Atau karate, tarung drajat, silat, judo, pokoknya aniway lah…yang penting bisa menyalurkan hobi bak-buk-bak-buk-nya dan tidak mengganggu yang lain.
Pak Presiden, Pak Mendiknas, Evan takut sekolah. Evan gak usah sekolah aja dech ya. Ngapain sekolah? Di sana juga diajarin tawuran. SMA 34 saja yang katanya unggulan, parah kayak gitu, apalagi sekolah-sekolah non unggulan. Tolong carikan solusi yang tepat. Kalo tidak!!!kalau tidak!!! Kalau tidak!!! Mau apa??

Lanjut...

Sunday, November 11, 2007

Mimpi Evan

Evan belakangan ini lagi seneng-senengnya main boneka hewan. Ada harimau, singa, badak bercula satu, dan jerapah. Semua itu adalah hewan yang dilindungi karena terancam punah.

Evan seneng banget main boneka hewan. Alangkah indahnya kalau suatu saat Evan bisa melihat bentuk riil boneka-boneka hewan itu. Tapi apa bisa ya? Semakin hari, hewan-hewan itu kayaknya tambah menyusut saja populasinya. Perburuan kian tak terkendali. Diperparah lagi dengan perilaku para pembalak liar yang menggunduli hutan tanpa malu.

Harimau misalnya, dalam 10 tahun ini populasi hewan ini terus menyusut. Perburuannya pun makin tak terkendali. Dan si pembalak liar, enak saja melenggang bebas. Pemburu tersenyum puas, membusung dada, tanpa takut penjara.

Ah...10,20,30 tahun lagi, Evan bermimpi bisa melihat wujud asli hewa-hewan itu. Tolong jangan hapuskan mimpi Evan itu...please!

Lanjut...

Saturday, November 03, 2007

Pesawat Kopaja

Anda pernah naik Kopaja? Bagi warga Jakarta yang tidak punya mobil pribadi sangat mungkin pernah merasakannya. Pengap karena berdesak-desakan dengan penumpang lain adalah pengalaman yang pasti anda temukan ketika menaiki moda transportasi rakyat yang satu ini.

Di tengah perjalanan kita mungkin juga akan merasakan pindah kendaraan. Semua penumpang disuruh turun dan pindah ke Kopaja laennya. Pengalaman seperti ini lumrah terjadi..dan sering bikin mangkel. Tetapi bagaimana jika 'tradisi' pindah kendaraan itu terjadi di pesawat terbang? Pengalaman seperti itu lah yang pernah Evan rasakan ketika balik dari kampung pas lebaran lalu. Cerita lengkapnya silakan baca di detik. Kebetulan Evan juga naik pesawat yang sama dari Surabaya.
Kejadian seperti itu tentu tidak kita inginkan. Ketika kita naik pesawat yang diinginkan tentu kenyamanan, dan paling utama keselamatan. So..berhati-hatilah..

Lanjut...

Tuesday, October 30, 2007

Indonesia Raya

Siapa yang pernah jadi bayi? ya semuanya lah, termasuk papa-mama evan. Karena berpengalaman jadi bayi, mereka pasti banyak hafal lagu anak-anak. Dari naik-naik ke puncak gungung, gundul-gundul pacul, potong bebek angsa, balonku ada lima, dan lagu yang dinyayikan artis cilik semacam Joshua.

Lazimnya, bayi baduta (bawah dua tahun) kayak Evan ini dinyanyiin lagau-lagu itu sebagai pengantar bobo..Tapi Evan kok merasa aneh ya. Papa jarang sekali nyanyiin lagu2 itu. Dari mulut papa yang suaranya cempreng itu, hampir tidak pernah nyanyi lagu anak. Kenapa pa?

Usut-punya usut, papa ternyata emang ora gablek nyanyi. Kata papa, ketika ada kegiatan bersama dan disuruh nyanyi, pasti pake jurus 'lari tunggang-langgang'. Papa paling bisanya nyanyi di kamar mandi. N kalau suaranya kedengaran orang lain, reaksinya pasti: kalau tidak senyum meringis ya menutup telinga. wadow.

Makanya, untuk menutupi kejelekan suaranya itu (meski tidak bisa ditutup-tutupi), Evan jadinya dinyanyiin lagu 'Indonesia Raya', '17 Agustus 1945', dan lagu-lagu nasional lainnya-yang mudah diapal dan diinget! Bahkan pas evan baru umur dua hari, papa nyanyiin 'Indonesia Raya'. Kenapa Pa?

"Papa gak bisa nyanyi bos. lagu anak-anak banyak yang gak papa apal. Papa nyanyi lagu 'Indonesia Raya' aja ya. Papa bukannya sok nasionalis. Masih mending kan daripada nge-rap?" kelit papa.

Dasar papa gemblung. Ya wes... lanjut! terserah lah

Lanjut...

Evan Tidak Begitu


[gambar ini bajakan. Diambil dari salah satu blog. Evan lupa alamatnya. Maap ya kalau ada yang merasa dibajak]

Sekadar mengingatkan papa-mama agar tidak lupa ama Evan. Evan sayang mama-papa..Mama harus lebih perhatian ama Evan. Papa juga, jangan main game aja pa..

Lanjut...

Saturday, October 27, 2007

PB2007!!!


[Hom..Pim..Pa..alaehum..gambling... Pesta Blogger Indonesia dimulai]


[Tuh Ndoro gendeng lagi ngasih kursus terbang kilat ala suparman]

Saking sibuknya ngursus terbangan, papa evan jadi gak sempet minta tanda tangan. Padahal evan dah wanti-wanti dari tadi malam untuk mintain corat-coret tangannya..he

[Ndoro: lho..lho..lho..pada kemana tuh anak-anak? Oi..kursus terbangnya belum selesai!]

Lanjut...

Friday, October 26, 2007

Misteri Mossad


Buku yang bisa bikin marah n kagum luar biasa. Buku ini memang tidak cukup-dan tidak akan pernah cukup-untuk memahami dapur organisasi intelejen Israel. Tetapi setidaknya buku ini bisa sedikit mengobati rasa penasaran Evan tentang Israel, sebuah negara yang mungkin penuh misteri bagi kita orang Indonesia. bla..bla..bla..(lagi males nulis)

Lanjut...

Thursday, September 13, 2007

Abis Belanja


Papa, Mama, ama Evan abis belanja buku. Oke dah ntar Evan baca satu-satu

Lanjut...

Barry Obama



Barry Obama. Ni dia politisi Amerika yang memikat. Menarik membaca biografinya. Dia membuka tabir politik Amerika cukup apa adanya.

Semua bangsa, termasuk Indonesia, biasanya suka bernostalgia dengan berbagai hal yang berkaitan, bersinggungan, atau setidaknya sempat hadir di komunitasnya. Ketertarikan kita terhadap figur Obama, tampaknya seperti itu. Karena ia hadir, pernah tinggal, bahkan mengenyam sekelumit pendidikan di Indonesia, kita merasa Obama adalah kawan kita, famili, dan orang yang pernah kita kenal dekat.

Barry Obama memang sempat tinggal di Jakarta ketika ia masih berusia tujuh atau delapan tahun. Ia tinggal di Indonesia mengikuti ibu dan ayah tirinya--yang orang Indonesia. Karena sempat tinggal di Indonesia, sedikit banyak, tentu ia tahu kultur, karakter, dan gaya hidup masyarakat Indonesia, terutama warga Metropolitan Jakarta. Dalam bukunya ini, dengan mengambil ilustrasi Indonesia, ia menjelaskan cukup gamblang pandangannya terkait kebijakan politik luar negeri Amerika, terutama negara dunia ketiga.

Bagi Evan yang masih bayi ini, tulisan Obama yang menggambarkan pengalaman hidupnya di Indonesia mungkin menjadi bagian yang paling menarik untuk dibaca. Tetapi sebenarnya ada bagian lain yang tak kalah pentingnya, terutama terkait sikap Obama terhadap pengembangan pendidikan dan sumber daya manusia Amerika.

Obama menyebut, untuk menjadikan Amerika menjadi negara yang lebih kompetitif dalam ekonomi global, harus memulai investasi dalam tiga bidang: pendidikan, sain dan teknologi, serta kemandirian energi (hal. 457).

Mungkin agak sedikit mengagetkan, sebuah negara koboi yang paling berkuasa di dunia da menahbiskan dirinya sebagai polisi dunia, ternyata masih mengkhawatirkan iklim kompetisi global. Politisi blasteran Afro-Amerika ini terlihat miris dengan perkembangan SDM China dan India yang belakangan ingin meningkat pesat.

Obama menulis, "Dalam ekonomi berbasis pengetahuan—dimana delapan dari sembilan pekerjaan yang tumbuh paling cepat dalam dasawarsa ini—membutuhkan berbagai keterampilan ilmiah atau teknologis, sebagian besar pekerja akan membutuhkan bentuk pendidikan tinggi tertentu guna mengisi pelbagai pekerjaan di masa depan."(hal. 463)

Kata dia, jika Amerika menginginkan sebuah inovasi ekonomi, inovasi yang memunculkan lebih banyak google setiap tahunnya, negara ini harus berinvestasi pada para inovator masa depan kita—dengan menggandakan dana pemerintah federal untuk penelitian dasari selama lima tahun ke depan, melatih seratus ribu lebih insinyur dan ilmuan selama empat tahun ke depan, atau memberikan beasiswa bagi beberapa penelitian baru.(hal.467)

Pendekatan yang sama agar Amerika lebih kompetitif adalah kemandirian energi. Dengan semakin berkurangnya cadangan minyak dunia, sudah waktunya Amerika menciptakan sumber-sumber engergi yang diperbarui.

"Ketergantungan kita pada minya tidak hanya mempengaruhi ekonomi. Ia juga merusak keamanan nasional kita. Sebanyak 800 juta dollar kita habiskan untuk membeli minyak asing setiap harinya dan masuk ke sebagian rezim-rezim yang paling mudah berubah pendiriannya—Saudi Arabia, Nigeria, Venezuela, dan, setidaknya secara tidak langsung, Iran. Tidak masalah apakah mereka adalah rezim-rezim yang lalim dengan pelbagai reaktor nuklir dan tempat-tempat persembunyian untuk madrasah yang menanamkan benih-benih teror dalam pikiran anak-anak muda—mereka mendapatkan uang kita karena kita membutuhkan minyak." (hal. 468-469)

Pendidikan. Sain dan teknologi. Energi. Investasi dalam tiga bidang terpenting ini akan menempuh jalan panjang untuk menjadikan Amerika lebih kompetitif.(hal.473)

Pertanyaannya, Amerika saja yang sudah mapan ekonomi, pendidikan, sistem demokrasinya, plus ditopang dengan kekuatan militer maha dahsyat, masih memikirkan tiga hal itu, kenapa kita (baca: Indonesia) tidak? Kalaupun pemimpin negeri ini sudah memikirkan tiga hal itu, tapi mengapa realisasinya belum kelihatan?

Indonesia yang terpuruk, belum stabil, masih belajar berdemokrasi, sistem peradilannya yang acakadut, kebijakan pendidikan yang tidak konsisten, menurut Evan, perlu merenung-merefleksikan semua ini. Jika tidak, tunggu saja kehancurannya. (*)

Lanjut...

Wednesday, June 13, 2007

Filsafat + Intel = Misteli = Pusing!

Adakah kaitan antala filsafat dan dunia pala intel? Tentu ada, kalau mau dikait-kaitkan. Dunia filsafat katanya selalu diawali dengan peltanyaan dan diakhili pula dengan peltanyaan. Tidak ada jawaban pasti atas segala peltanyaan yang dilontalkan. Filsafat adalah dunia tanpa batas.

Intel? Kita tak pelnah tahu sepenuhnya apa yang meleka keljakan dan bagaimana model opelasi kelja meleka. Kelja-kelja meleka selalu silent, dengan pola komunikasi penuh sandi-sandi.

Jadi, boleh dikata, filsafat dan intel itu adalah dua dunia yang sama-sama menyisakan misteli. Karena label ’misteli’ itu, keduanya menjadi asyik untuk dipelajali. Dengan membaca bukunya Bapak Dliyalkala dan Om Comboy, setidaknya bisa membuka sedikit tabir misteri di balik dua dunia itu. Evan sekalang lagi membaca dua buku itu. Setiap malam ketika Evan bangun, Papa Evan biasanya membacakan buku itu.

Membaca tulisan Om Comboy, Evan jadi tahu sejalah peljalanan Intel Indonesia, walau Evan yakin buku ini tidak bisa sepenuhnya membuka tabil dunia Intelejen Indonesia, dan intelejen negala lain.

Bukunya Dliyalkala? Baca buku bapak satu ini, Evan jadi makin sadal banyak hal yang tidak evan ketahui. Tapi, kepala Evan malah tambah pusing...pening....makin kagak ngalti. Tapi gakpapa, pening kepala itu artinya otak masih kepake. Nggak ngganggul. (*)

Lanjut...

Tuesday, June 12, 2007

Think!!!

Bisakah orang Asia berpikir? Pertanyaan Om Kishore Mahbubani ini provokatif banget ya..seakan-akan menyindir kita-kita ini--orang Asia, manusia Indonesia--yang punya punya otak tapi tak mau menggunakannya dengan baik.
Tapi gak papa, justru kalo tersindir pertanyaan cerdas tapi nyelekit itu, kita bisa merenung: apa aja seh yang dilakukan dan dipikirkan bangsa ini sejak merdeka 1945? Kalau kita membela diri dan mengatakan: pola pikir Bangsa Indonesia sudah ajeg kok, sudah lurus, kenapa masih terpuruk seperti ini? Kenapa kita justru kalah dengan negara tetangga yang dulu belajar sama kita? Kenapa kita masuk nominasi negara terkorup di dunia? Kenapa olahraga kita belakangan ini kian anjlok? Kenapa?Kenapa? Tanya kenapa?
Lho ditanya, kok malah nanya balik?

Sekarang pertanyaannya dipersempit: Bisakah Evan berpikir? Ya harus bisa donk pa,ma. Tidak hanya berpikir, tapi berpikir cerdas. Dan untuk bisa berpikir cerdas, harus dimulai dengan pertanyaan cerdas pula..seperti Om Kishore itu. Betul.

Lanjut...

Monday, June 11, 2007

Ih...Mama Belum Mandi

Ih mama belum mandi. Bau! gmana sih ma?pagi-pagi belum mandi udah main foto-foto aja ama Evan? Kan fotonya jadi nggak bagus.
Tapi gak apa-apa lah. Toh, mama tetep mama evan yang cantik, maniiez..Pesen Evan, mama kalau kerja jangan lama-lama, segera pulang. Papa juga ya, jangan malam-malam. Evan kesepian kalau di rumah, hanya ditemenin buyut ama Mbak Ina.

Lanjut...
 

Cuap2 Terbaru